PACARAN MENURUT ISLAM

dilarang pacaran
Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya  telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.
“Bohong!” Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolaholah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengungdengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal.
Padahal yang diistilahkan kesucian dalam islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah  membayangkan dan menghayal, zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.
Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar,zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya.

Jika kita sejenak mau introspeksi diri dan mengkaji hadist ini dengan kepala dingin maka dapat dipastikan bahwa segala macam bentuk zina terjadi karena motivasi yang tinggi dari rasa tak pernah puas sebagai watak khas makhluk yang bernama manusia. Dan kapan saja, dimana saja, perasaan tak pernah puas itu selalu memegang peranan. Seperti halnya dalam berpacaran ini.  Pacaran adalah sebuah proses ketidakpuasan yang terus berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta. Kita lihat secara umum tahapan dalam pacaran.
  1. Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat2 yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis, pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya, akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, “Akankah ia mencintaiku.” Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya.
  2. Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, “Aku mencintaimu”. Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, “I Love You”. Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan pun dibuat, ada ijin sang romeo untuk datang kerumah, “Apel Malam Mingguan atau Wakuncar”. Kapan pun sang Romeo pengin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukita menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu.
  3. Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. “buktikan cintamu sayangku”. Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na’udzubillah
Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan, dan cium sayang melepas abang. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan. Segalanya telah diberikan sang juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab? Ternyata sang romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.
Wahai manusia, sadarlah akan lamunan kalian, bayang-bayang cinta yang suci, bukanlah dengan pacaran, cobalah pikirkan buat kita muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian wahai pemuda yang suka gonta-ganti pacar. Cobalah jawab dengan hati jujur pertanyaan-pertanyaan berikut dan renungkan!
  1. Apakah kita dapat berlaku jujur tentang hal adegan yang pernah kita lakukan waktu pacaran dengan si A,B,C s/d Z kepada calon pasangan yang akan menjadi istri atau suami kita yang sesungguhnya? Kalau tidak kenapa kita berani mengatakan, pacaran merupakan suatu bentuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan dilandasi sikap saling percaya? Sedangkan kenapa kepada calon pasangan hidup kita yang sesungguhnya kita berdusta? Bukankah sikap keterbukaan merupakan salah satu kunci terbinanya keluarga sakinah?
  2. Mengapa kita pusing tujuh keliling untuk memutuskan seseorang menjadi pendamping hidup kita? Apakah kita takut mendapat pendamping yang setelah sekian kali pindah tangan? “Aku ingin calon pendamping yang baik-baik” Kita katakan seperti ini tapi mengapa kita begitu gemar pacaran, hingga melahirkan korban baru yang siap pindah tangan dengan kondisi “Aku bukan calon pendamping yang baik”.
  3. Jika kita disuruh memilih diantara dua calon pasangan hidup kita antara yang satu pernah pacaran dan yang satu begitu teguh memegang syari’at agama, yang mana yang akan kita pilih? Tentu yang teguh dalam memegangi agama. Tapi kenapa kita berpacaran dengan yang lain sementara kita menginginkan pendamping yang bersih ?
  4. Bagaimana perasaan kita jika mengetahui istri/suami kita sekarang punya nostalgia berpacaran yang sampai terjadi tidak suci lagi? Tentu kecewa bukan kepalang. Tetapi mengapa sekarang kita melakukan itu kepada orang yang itu akan menjadi pendamping hidup orang lain ?
  5. Kalaupun istri/suami kita sekarang mau membuka mulut tentang nostalgia berpacaran sebelum menikah dengan kita. Apakah kita percaya jika dia bilang kala itu kami berdua hanya bicara biasa-biasa saja dan tidak saling bersentuhan tangan? Kalau tidak kenapa ketika pacaran bersentuhan tangan dan berciuman kita bilang sebagai bumbu penyedap?
  6. Jika kita nantinya sudah punya anak apakah rela punya anak yang telah ternoda? Kalau tidak kenapa kita tega menyeret orang tua kita ke dalam neraka? Kita tuntut mereka di hadapan Allah karena tidak melarang kita berpacaran dan tidak menganjurkan kita untuk segera menikah.
Karena itu wahai muslimah dan kalian muslimin, kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur. Karena sesungguhnya, “PACARAN ITU HARAM”

 

2 comments

  1. That is really attention-grabbing, You’re an overly skilled blogger. I’ve joined your rss feed and look ahead to in search of more of your wonderful post. Additionally, I’ve shared your site in my social networks

    1. Thanks for attention. And thank you for share through social media.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Translate »