Metode Kooperatif

Slavin (1995:2) menegaskan bahwa “Belajar kooperatif merupakan metode belajar yang mana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan cara saling membantu satu sama lainnya dalam dunia pendidikan”.Belajar kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang mengarah pada paham konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme, peserta didik harus menemikan sendiri dan memecahkan informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Sesuai dengan disiplin ilmu kimia dimana dalam hal ini perkembangan dalam dunia kimia sangat dinamis, maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan. Oleh karena itu agar peserta didik benar-benar memahami, mereka harus bekerja sama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.
Peserta didik akan lebih mudah menemukan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk saling membentu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan pemikiran.
Dalam rangka menumbuhkan situasi yang mendukung proses belajar, maka kualitas dan kuantitas interaksi belajar menjadi sangat penting. Agar hubungan antar siswa dapat memberi pengaruh yang positif, mereka harus mengusahakan terjadinya suasana saling memiliki, saling menerima, saling membantu dan saling memperhatikan satu sama lain. Dalam pembelajaran kooperatif lebih menunjang komunikasi yang lebih efektif dan pertukaran informasi di antara siswa, saling membantu tercapainya hasil belajar yang baik, berbagi sumber di antara siswa, perasaan terlibat yang lebih besar, berkurangnya rasa takut akan gagal dan berkembangnya sikap saling mempercayai di antara para siswa. Untuk itu, tugas guru adalah harus yakin bahwa antara siswa terjadi interaksi dan mendorong terlaksananya interaksi dalam suasana yang mendukung dan dalam konteks saling menerima. Guru tidak semata-mata sebagai penyampai informasi atau pemindah bahan dari catatan guru ke catatan murid tetapi sebagai pengaruh atau fasilitator kegiatan belajar.
Menurut Slavin (1995:15), “Keunggulan pembelajaran kooperatif dijelaskan dengan teori motivasi. Menurut teori motivasi, perspektif motivasional terdiri atas belajar secara kerjasama yang berfokus pada tujian atau penghargaan kepada siswa yang berkooperatif”. Deutsch dalam Slavin (1995) mengidentifikasikan bahwa, “tiga tujuan kooperatif  yaitu:kooperatif yang berorientasi kepada pencapaian tujuan orang lain; kooperatif yang bersifat perseorangan, yaitu berorientasi bukan untuk orang lain; struktur kerkasama yang menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya jalan agar tercapainya tujuan dirinya sendiri adalah dengan mensukseskan tujuan dari kelompoknya dahulu”. Oleh karena itu mereka harus saling membantu antar anggota kelompoknya dan yang lebih penting adalah mereka harus berusaha secara maksimal untuk mensukseskan tujuan kelompoknya. Dengan kata lain, memberi penghargaan kelompok berdasarkan pada pencapaian kelompok (atau penjumlahan pencapaian individu) menciptakan suatu struktur hubungan penghargaan antar pribadi di mana anggota kelompok akan memberi atau menahan sosial reinforces (seperti dorongan dan pujian) sebagai hubungan atas usaha antar anggota kelompok.
Menurut Slavin (1995:2), “keberhasilan dari proses belajar kooperatif adalah karena 5 prinsip, yaitu (1) adanya sumbangan dari ketua kelompok; (2) keheterogenan kelompok; (3) ketergantungan pribadi yang positif; (4) keterampilan bekerja sama; (5) otonomi kelompok”. Di dalam metode belajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama lainnya, berdiskusi, berdebat, menilai kemampuan pengetahuan, dan mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekerja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setia siswa dalam kelopmpok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Translate »