Keikhlasan Qurban

 

hewan-kurban“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.”

(QS. Al Hajj 22:36)

Berdasarkan sudut pandang agama, Qurban merupakan ibadah dalam bentuk penyembelihan hewan ternak sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT sebagaimana yang tertuang dalam ayat di atas. Syariat Qurban telah mengalami perjalanan yang panjang. Bagaimana tidak, Qurban merupakan salah satu syariat (aturan) yang pertama turun kepada manusia. Syariat ini turun pertama kali jauh sebelum peristiwa mimpi mimpi Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, yaitu pertama kali pada kepada dua anak Adam. Umur syariat ini sama dengan umur manusia hidup di dunia. Usia yang lama dan perjalanan yang panjang menjadikan syariat ini mengalami berbagai penyimpangan.

Hal ini di ingatkan Allah kepada Nabi terakhir, Rasulullah Muhammad SAW, “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan Qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), Aku pasti membunuhmu! Berkata Habil, Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah 5:27)

Adanya penolakan Qurban tersebut terjadi diakibatkan adanya unsur-unsur asarah (sikap manusia lebih mementingkan urusan duniawi). Dalam pengertian umum, apabila unsur ra’yu (pertimbangan akal) sudah ikut campur mengatur urusan wahyu itulah yang menjadi sebab di antara tertolaknya suatu amal ibadah. Meskipun perbuatan itu terlihat baik dan benar, tetapi Allah Maha Tahu bahwa perbuatan itu tidak baik dan tidak benar.

Sering kita mendengar bahkan kita mengungkapkan pernyataan “ Ikhlas”, Ikhlas yang mana? Apakah putra Adam yang Qurbannya di tolak itu tidak ikhlas? Menurut pemikirannya, dia berQurban dengan ikhlas, tetapi kenyataannya Allah menolak Qurbannya karena tidak ikhlas.

Yang di maksud ikhlas adalah satu sikap mengosongkan satu pekerjaan dari segala unsur selain unsur wahyu. Kita perhatikan firman Allah SWT, “Wa ma umiru illa liya’budullaha mukhlishina lahuddin – Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al Bayyinah 98:5) yang dimaksud “Mukhlishina lahuddin” bukan mengikhlaskan agama tetapi mengikhlaskan ibadah hanya bagi-Nya. Dalam arti dalam setiap ibadah diharuskan tunduk, patuh dan taat kepada syariat yang telah ditentukan. Jika demikian akan mendapatkan apa yang dinyatakan Allah SWT, “Wallahu yuhibbul mukhlisin”, Allah menyukai orang-orang yang patuh, tunduk dan taat, dan seperti inilah gambaran dari keikhlasan.

Di antara petunjuk bahwa Qabil tidak ikhlas dalam berQurban muncul sifat hasut dalam dirinya setelah mengetahui Qurbannya tidak diterima. Dia mengatakan “Laaqtulannak” karena engkau di terima sedangkan aku di tolak, biar di kemudian hari tidak ada saingan lagi tidak ada cara yang lain kecuali harus dihilangkan saingan itu. Inilah barangkali ciri dari ketidakikhlasan.

Begitu pula pada kepasrahan dan setundukan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang Khaliq. Allah pun mengabadikan peristiwa tersebut untuk kemudian dijadikan contoh dan teladan bagi manusia sesudahnya sebagaimana yang tertuang dalam surah QS Ash Shaaffat 37:108-109 : “ kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”

Keistimewaan umat terdahulu adalah ketika suatu ibadah itu diterima atau tidak, pada saat itu juga akan terlihat ciri-cirinya, seperti yang terjadi pada Qurban anak Adam. Sehubungan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW, pada satu saat pernah menyatakan kepada para sahabat dalam ungkapan yang mutlak, “Satarauna asaratan,” pada satu saat kalian akan melihat asarah (sikap manusia lebih mementingkan urusan duniawi).

Asarah yang diungkapkan beliau secara mutlak bisa berada dalam berbagai amal, dalam sholat, shaum, zakat, umrah dan haji termasuk di dalam Qurban, sehingga jika semuanya mengandung unsur-unsur asarah, apakah kiranya termasuk ibadah yang diterima atau termasuk ibadah yang ditolak? Yang terakhir inilah yang perlu kita khawatirkan dan berusaha melepaskan segala unsur asarah dari setiap amal ibadah kita.

Demikian pula dalam pelaksanaan hadyu (dam) pada ibadah haji. Berapa ratus ribu jamaah haji kita yang berangkat setiap tahunnya ke Makkah, namun dari sekian ratus ribu itu, kiranya berapa ribu yang melaksanakan hadyu dengan baik dan benar? Sering terdengar banyak jamaah haji kita yang tidak melakukan hadyu di Makkah atau di Mina melainkan di kampung halamannya sendiri, dititipkan pada keluarganya untuk disembelih di sana, karena merasa akan lebih bermanfaat, masyarakat kampungnya bisa terbagi dan alasan lainnya. Padahal hadyu pada ibadah haji sifatnya sudah jelas merupakan hadyan balighan ka’bah. Ibadah Qurban yang ditentukan tempat dan waktunya. Jika hadyu dilakukan di kampung halaman sendiri maka dengan demikian ibadah hajinya perlu diulangi lagi, ekstremnya bisa dikategorikan tidak sah karena unsur ra’yu sudah ikut campur.

Pada suatu hari Rasulullah menjelaskan tata cara udhiyyah (Qurban) namun ada di antara sahabat yang menyertakan ra’yu dalam pelaksanaannya. Salah seorang sahabat menyembelih hewan Qurbannya sebelum shalat ‘ied dilaksanakan dengan alasan dia ingin ibadah Qurbannya yang paling pertama pada hari itu. Ketika Rasulullah mengetahui hal tersebut beliau bersabda, “Barang siapa yang melakukan sembelihan sebelum shalat maka dia harus menyembelih seekor kambing lagi sebagai ganti sembelihan yang tidak sah!”

Pada suatu kesempatan seorang sahabat di tanya, “Bagaimana sembelihan yang kalian lakukan pada zaman Rasul? Sahabat itu menjawab, Seseorang menyembelih itu untuk dirinya juga atas nama keluarganya, lalu mereka memakannya, membagikan dan menyimpannya sehingga terjadilah kejadian yang seperti kau lihat pada saat ini, orang sudah saling membanggakan diri dalam Qurbannya”.  Membanggakan diri karena merasa hewan Qurbannya paling besar, paling bagus, dan paling mahal. Inilah yang dikhawatirkan Rasulullah, suatu saat umatnya akan saling membanggakan diri.

Suatu saat khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab sengaja tidak melakukan Qurban. Keduanya tidaklah lupa ataupun sudah kehabisan uang untuk berQurban. Akan tetapi keduanya melakukan hal tersebut sebagai saddu dara’i (pencegahan) jangan sampai umat menganggap udhiyah itu wajib.

Qurban yang kita lakukan pada hari raya Idul Adha, di hari-hari tasyrik merupakan sembelihan udhiyyah yang mudah-mudahan unsur-unsur ra’yu yang ada dalam benak kita tidak ikut campur dalam masalah wahyu. Semoga ibadah Qurban kita termasuk ibadah yang diterima di sisi Allah SWT. Aamiin!

3 comments

    • Safi on 24 Juni 2016 at 13:50
    • Balas

    qurban merupakan ibadah sunnah yang ditekankan / sunnah muakkad dalam hukum Islam

    • Duncan on 8 September 2016 at 11:52
    • Balas

    Assalamu’alaykum..

    Ingin konfirmasi gan.. mengenai tulisannya “Ibadah Qurban yang ditentukan tempat dan waktunya. Jika hadyu dilakukan di kampung halaman sendiri maka dengan demikian ibadah hajinya perlu diulangi lagi, ekstremnya bisa dikategorikan tidak sah karena unsur ra’yu sudah ikut campur.”

    adakah dasar hukumnya yang jelas seperti ayat dan atau hadits shahih?

    atas perhatian dan penjelasannya jzklh…

    wassalam

    1. wassalaamu’alaikum, terima kasih atas atensinya, maaf ada kesalahan seharusnya adalah hadyu (dam) bukan hadyu (qurban)..

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Translate »