Banned Additives

The food and chemical industries have said for decades that all food additives are well tested and safe. And most additives are safe. However, the history of food additives is riddled with additives that, after many years of use, were found to pose health risks. Those listed below have been banned. The moral of the story is that when someone says that all food additives are well tested and safe you should take their assurances with a grain of salt.


Teruskan membaca

Mengapa Berduaan dengan non Mahram dilarang?

kucing-berduaan

Kita semua tahu hadits :

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِــامْرَأَةٍ إِلاَّ كَــانَ ثَــالِثَهُمَــا الشَّيْطَــانُ

Artinya: Sungguh tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari keduanya adalah syaitan. (HR. At-Tirmidzi)

Hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnya. Karena itu Nabi SAW melalui syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial dan fisik.

Ketika seorang beriman mampu menghindari diri dari melihat wanita (yang bukan mahram) dan menghindari diri dari berkhalwat dengan mereka, maka ia mampu mencegah penyebaran amoralitas dan dengan demikian melindungi masyarakat dari penyakit epidemi dan masalah sosial, dan mencegah individu dari berbagai penyakit.

Teruskan membaca

Macam dan Cara Mengobati Sifat Ujub

Pada suatu hari Rasulullah Saw., Melihat orang-orang berkumpul menggerumuni seorang laki-laki yang mengamuk karena gila. lantas Rasulullah Saw, bertanya Ada apa? mereka menjawab orang ini majnun (gila) wahai Rasulullah! Rasullah Saw besabda:Ia tidak majnun tetapi mushaabun (orang yang di timpa musibah penyakit). Seraya Rasulullah Saw bersabda: “sesungguhnya yang di katakan majnun itu adalah orang selalu menepuk bahunya (dadanya) karena takabur, yang melihat di dua sisinya (ujub), dan sombong cara berjalannya.” (Al-nibayah 1 : 309).

Apa yang di sabdakan Rasulullah Saw itu, mengundang pertanyaan di hati para sahabat pada waktu itu. Tetapi mereka sadar itulah nasehat Rasulullah Saw. Yang selalu di selipkan dalam setiap pembicaraan yang perlu di renungkan, dan baru di pahami setelah kian lama di pikirkan. sungguh merupakan ucapan yang filosofis.

Kita sering melihat di kehidupan sehari-hari orang-orang yang tidak waras akalnya. Pakaiannya kotor penuh debu, makan minum tidak terurus, tidur di mana saja, Dan omongannya juga tidak karuan. Ada kalanya mereka di perlakukan tidak secara manusiawi. Diejek, dihina, diperolok-olokan, dan dijadikan bahan guyonan. Padahal tidak seharusnya di perlakukan demikian, karena mereka itu sedang sakit, di timpa musibah penyakit yang menutupi fungsi akalnya. kasihanilah mereka, dan itulah yang di katakan Rasulullah Saw, Al-Mushab (orang yang di timpa musibah).

Teruskan membaca

PACARAN MENURUT ISLAM

dilarang pacaran
Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya  telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.
“Bohong!” Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolaholah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengungdengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal.
Padahal yang diistilahkan kesucian dalam islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah  membayangkan dan menghayal, zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.

Problem Based Learning (PBL)

PBL

Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghapalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL.PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993 dalam I Wayan Dasna, 2007). Lebih lanjut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty(1997) dalam I Wayan Dasna, 2007 menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produkatau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Teruskan membaca

Translate »